Sunday, January 18, 2009

Patofisiologi Hipertensi

Hipertensi pada anak umumnya disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi sekunder). Terjadinya hipertensi pada penyakit ginjal adalah karena :

1. Hipervolemia.

Hipervolemia oleh karena retensi air dan natrium, efek ekses mineralokortikoid terhadap peningkatan reabsorpsi natrium dan air di tubuli distal, pemberian infus larutan garam fisiologik, koloid, atau transfusi darah yang berlebihan pada anak dengan laju filtrasi glomerulus yang buruk. Hipervolemia menyebabkan curah jantung meningkat dan mengakibatkan hipertensi. Keadaan ini sering terjadi pada glomerulonefritis dan gagal ginjal.

2. Gangguan sistem renin, angiotensin dan aldosteron.

Renini adalah ensim yang diekskresi oleh sel aparatus juksta glomerulus. Bila terjadi penurunan aliran darah intrarenal dan penurunan laju filtrasi glomerulus, aparatus juksta glomerulus terangsang untuk mensekresi renin yang akan merubah angiotensinogen yang berasal dari hati, angiotensin I. Kemudian angiotensin I oleh “angiotensin converting enzym” diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah tepi, dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Selanjutnya angiotensin II merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan aldosteron. Aldosteron meningkatkan retensi natrium dan air di tubuli ginjal, dan menyebabkan tekanan darah meningkat.

3. Berkurangnya zat vasodilator

Zat vasodilator yang dihasilkan oleh medula ginjal yaitu prostaglandin A2, kilidin, dan bradikinin, berkurang pada penyakit ginjal kronik yang berperan penting dalam patofisiologi hipertensi renal. Koarktasio aorta, feokromositoma, neuroblastoma, sindrom adrenogenital, hiperaldosteronisme primer, sindrom Cushing, dapat pula menimbulkan hipertensi dengan patofisiologi yang berbeda. Faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan hipertensi sekunder pada anak antara lain, luka bakar, obat kontrasepsi, kortikosteroid, dan obat-obat yang mengandung fenilepinefrin dan pseudoefedrin.

GEJALA KLINIS

Hipertensi ringan atau sedang umumnya tidak menimbulkan gejala. Gejala hipertensi baru muncul bila hipertensi menjadi berat atau pada keadaan krisis hipertensi. Gejala-gejala dapat berupa sakit kepala, pusing, nyeri perut, muntah, anoreksia, gelisah, berat badan turun, keringat berlebihan, murmur, epistaksis, palpitasi, poliuri, proteinuri, hematuri, atau retardasi pertumbuhan.

Pada krisis hipertensi dapat timbul ensefalopati hipertensif, hemiplegi, gangguan penglihatan dan pendengaran, parese n. facialis, penurunan kesadaran, bahkan sampai koma.

Manifestasi klinik krisis hipertensi yang lain adalah dekompensasi kordis dengan edema paru yang ditandai dengan gejala oleh gejala edema, dispneu, sianosis, takikardi, ronki, kardiomegali, suara bising jantung, dan heptaomegali.

Patofisiologi hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi.

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, Bare, 2002).

6. Tanda dan gejala hipertensi
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus).

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan (Smeltzer, Bore, 2002).
Crowin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa :

  • Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial,
  • Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi,
  • Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
  • Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus
  • Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler

Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Novianti, 2006).

Faktor-faktor resiko hipertensi
Faktor resiko hipertensi meliputi :

  1. Usia ; Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur (Tambayong, 2000).
  1. Jenis kelamin ; Pada umumnya insiden pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada usia pertengahan dan lebih tua, insiden pada wanita akan meningkat, sehingga pada usia diatas 65 tahun, insiden pada wanita lebih tinggi (Tambayong, 2000)
  2. Obesitas ; adalah ketidak seimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan energi yang disimpan dalam bentuk lemak (jaringan sub kutan tirai usus, organ vital jantung, paru dan hati) yang menyebabkan jaringan lemak in aktif sehingga beban kerja jantung meningkat. Obesitas juga didefinisikan sebagai kelebihan berat badan sebesar 20% atau lebih dari berat badan ideal. Obesitas adalah penumpukan jaringan lemak tubuh yang berlebihan dengan perhitungan IMT > 27.0. pada orang yang menderita obesitas ini organ-organ tubuhnya dipaksa untuk bekerja lebih berat, oleh sebab itu pada waktunya lebih cepat gerah dan capai. Akibat dari obesitas, para penderita cenderung menderita penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan diabetes mellitus (Notoatmodjo: 2003).
  3. Riwayat keluarga ; yang menunjukkan adanya tekanan darah yang meninggi merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi seseorang untuk mengidap hipertensi dimasa yang akan datang. Tekanan darah kerabat dewasa tingkat pertama (orang tua saudara kandung) yang dikoreksi terhadap umur dan jenis kelamin tampak ada pada semua tingkat tekanan darah (Padmawinata, 2001).
  4. Merokok ; Departemen of Healt and Human Services, USA (1989) menyatakan bahwa setiap batang rokok terdapat kurang lebih 4000 unsur kimia, diantaranya tar, nikotin, gas CO, N2, amonia dan asetaldehida serta unsur-unsur karsinogen. Nikotin, penyebab ketagihan merokok akan merangsang jantung, saraf, otak dan bagian tubuh lainnya bekerja tidak normal. Nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin sehingga meningkatkan tekanan darah, denyut nadi, dan tekanan kontraksi otot jantung. Selain itu, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung dan dapat menyababkan gangguan irama jantung (aritmia) serta berbagai kerusakan lainnya (Wijayakusuma, 2003).
  5. Olah raga ; lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi karena olah raga isotonik dengan teratur akan menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi kurang melakukan olah raga akan menaikan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi (Tjokronegoro, 2001).

Klasifikasi hipertensi menurut WHO berdasarkan tekanan diastolik, yaitu:

  • Hipertensi derajat I, yaitu jika tekanan diastoliknya 95-109 mmHg.
  • Hipertensi derajat II, yaitu jika tekanan diastoliknya 110-119 mmHg.
  • Hipertensi derajat III, yaitu jika tekanan diastoliknya lebih dari 120 mmHg.

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :

  1. Hipertensi primer atau esensial adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula sesorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun bisa mengalami tekanan darah tinggi.
  2. Hipertensi sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh. Sedangkan pada Ibu hamil, tekanan darah secara umum meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang berat badannya di atas normal.

PENGATURAN TEKANAN DARAH

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:

  • Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya
  • Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi “vasokonstriksi”, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
  • Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.

Sebaliknya, jika:

  • Aktivitas memompa jantung berkurang
  • Arteri mengalami pelebaran
  • Banyak cairan keluar dari sirkulasi

Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.

Target kerusakan akibat Hipertensi antara lain:

  • Otak : menyebabkan stroke
  • Mata : menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan
  • Jantung : menyebabkan penyakit jantung koroner (termasuk infark jantung), gagal jantung
  • Ginjal : menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal

GEJALA

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak).

Gejala Klinis Hipertensi: Pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan (jarang), sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:

  • sakit kepala
  • kelelahan
  • mual
  • muntah
  • sesak nafas
  • gelisah
  • pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.

DIAGNOSIS

Pasien didiagnosis menderita hipertensi apabila tekanan darahnya diatas 120/80 mmHg. Pemeriksaan laboratorium untuk Hipertensi ada 2 macam yaitu :

1. Panel Evaluasi Awal Hipertensi :
Pemeriksaan ini dilakukan segera setelah didiagnosis Hipertensi, dan sebelum memulai pengobatan

2. Panel Hidup Sehat dengan Hipertensi
Panel Dasar :
untuk memantau keberhasilan terapi
Panel Lanjut : untuk deteksi dini penyulit

TABEL :

JENIS

PEMERIKSAAN

Panel

Evaluasi Awal

Hipertensi

Panel Hidup Sehat

Dengan Hipertensi

Dasar

Lanjut

Hematologi rutin

v



Urine rutin

v

v


Glukosa Puasa

v

v


Glukosa 2 JamPP

v



Cholesterol Total

v

v


Cholesterol HDL

v

v


Cholesterol LDL direk

v

v


Trigliserida

v

v


Apo B

v

v


Status Antioksidan Total

v



hs-CRP

v


v

Urea-N

v

v


Kreatinin

v

v


Asam Urat

v

v


Cystatin-C



v

Mikroalbumin

v

v

v

Kalium

v

v


Natrium

v

v


Aldosteron



v

Troponin I



v

BNP



v


ETIOLOGI (PENYEBAB)

Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder. Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:

  1. Penyakit Ginjal
    • Stenosis arteri renalis
    • Pielonefritis
    • Glomerulonefritis
    • Tumor-tumor ginjal
    • Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
    • Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
    • Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
  2. Kelainan Hormonal
    • Hiperaldosteronisme
    • Sindroma Cushing
    • Feokromositoma
  3. Obat-obatan
  4. Penyebab Lainnya
    • Koartasio aorta
    • Preeklamsi pada kehamilan
    • Porfiria intermiten akut
    • Keracunan timbal akut.

Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.Penggunaan obat-obatan seperti golongan kortikosteroid (cortison) dan beberapa obat hormon, termasuk beberapa obat antiradang (anti-inflammasi) secara terus menerus (sering) dapat meningkatkan tekanan darah seseorang. Merokok juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi dikarenakan tembakau yang berisi nikotin. Minuman yang mengandung alkohol juga termasuk salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya tekanan darah tinggi.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko timbulnya Hipertensi
Faktor Keturunan

Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi esensial lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi.

Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan seperti stress, kegemukan (obesitas) dan kurang olah raga juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. (saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota. Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal.

Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit). Kebiasaan lainnya seperti merokok, mengkonsumsi alkohol diduga berpengaruh dalam meningkatkan resiko hipertensi walaupun mekanisme timbulnya belum diketahui pasti.

PATOGENESIS

Banyak faktor-faktor yang berkontribusi untuk pengembangan hipertensi primer termasuk mekanisme saraf abnormal, kerusakan dalam autoregulasi peripheral, kerusakan sodium, calcium, dan hormon natriuretic ; dan malfungsi dari beberapa mekanisme humoral atau vasodepressor.

  1. Komponen saraf

Baik sistem saraf sentral (CNS) maupun autonom terlibat dalam pengaturan tekanan darah arteri. Stimulasi beberapa area tertentu dengan CNS (nucleus tractus solitarius, vagal nuclei, pusat vasomotor, dan area postrema) dapat menyababkan peningkatan atau penurunan tekanan darah. Sebagai contoh : α-adrenergic menstimulasi dengan CNS meningkatkan tekanan darah melewati efek penghambatan dalam pusat vasomotor. Peningkatan angiotensin II, meningkatkan aliran keluar simpatik dari pusat vasomotor, yang terbukti meningkatkan tekanan darah. Berlokasi pada permukaan presinaptik dari terminal simpatik terdapat beberapa variasi reseptor yang memacu atau menghambat pengeluaran norepinephine. Reseptor presinaptik α dan β mengatur feedback (umpan balik) positif maupun negatif untuk norephineprine yang berisi vesikel yang berlokasi dekat ujung saraf. Stimulasi dari reseptor presinaptik α (α2) mendesak suatu penghambatan negatif dari pengeluaran norephineprine. Sedangkan stimulasi reseptor presinaptik β memfasilitasi pengeluaran norephineprine lebih jauh.Stimulasi reseptor postsinaptik α (α1) dalam arteriola dan venules menghasilkan vasokonstriksi. Ada 2 tipe reseptor postsinaptik β (β1 dan β2). Stimulasi β1 di dalam hati manghasilkan meningkatkn laju dan kontraksilitas hati. Sedangkan, stimulasi β2 dalam arteri dan venules menyebabkan peristiwa vasodilatasi.

Kerusakan patologik pada beberapa componen saraf (terutama 4 komponen saraf utama : CNS, serat-serat saraf autonom, receptor adrenergic, dan baroreceptor) yang memperantarai tekanan darah arteri dapat dapat menyusun sustain elevasi dalam tekanan darah. Karena keempatnya sangat berhubungan secara fisiologis, kerusakan dari salah satu componen bisa merusak fungís normal yang lain, dan dikombinasikan dengan abnormalitas bisa menyebabkan hipertensi.

  1. Componen autoregulatory peripheral

Abnormalitas pada ginjal dan proses autoregulatory jaringan bisa menyebabkan hipertensi. Kenyataannya, sangat beralasan untuk mendukung bahwa individu yang develop statu defect ginjal untuk ekskresi sodium dan kemudian mereka mengatur ulang proses autoregulatory jaringan menjadi tekanan darah arteri yang lebih tinggi.

Secara normal, mekanisme volume-adaptive dari paru-paru bekerja dengan baik untuk menjaga status tekanan darah normal. Saat tekanan darah turun, paru-paru beradaptasi dengan retaining lebih banyak sodium dan air. Ini menyebabkan ekspansi volume plasma, yang meningkatkan tekanan darah. Sebaliknya, saat tekanan darah meningkat di atas normal, eksresi air dan sodium ditingkatkan, volume plasma dan kardiak output dikurangi, dan tekanan darah kembali ke normal.

Proses autoregulatory local berjalan untuk mempertahankan oksigenasi jaringan cukup. Saat permintaan oksigen rendah, dasar arteriolar dalam keadaan konstraksi. Resistensi perifer dipertahankan pada tingkat yang cukup untuk mengatur aliran darah cukup (aliran = tekanan/resistensi). Suatu peningkatan

dalam metabolisme permintaan memicu vasodilatasi arteriolar melalui autoregulasi. Kemudian resistensi vascular peripheral yang lebih rendah meningkatkan aliran darah dan penerimaan oksigen.

Suatu kerusakan inisial dalam mekanisme adaptif ginjal bisa menyebabkan ekspansi volume plasma dan meningkatkan aliran darah ke jaringan peripheral bahkan saat tekanan darah normal. Untuk mengimbangi peningkatan aliran darah, proses autoregulatory jaringan local akan menginduksi konstriksi arteriolar untuk meningkatkan resistensi perifer vaskular. Dalam waktu tersebut, suatu dinding arteri yang lebih tebal bisa terjadi, menghasilkan sebuah kenaikan penahan di resistensi peripheral vascular. Suatu peningkatan total resistensi peripheral vaskular adalah masalah yang dasar pada pasien dengan hipertensi primer.

8 comments:

Anonymous said...

ada daftar pustaka atau reference lengkapnya ???.....menarik! :^)

Anonymous said...

Saya perawat aceh pingen gabung,sy jg suka buat askep yg terbaru tp d aceh km sgt kurang referensi,mhn tanggapannya

Unknown said...

saya plajar dari malaysia ingin mengetahui tentang krisis hipertensi yang merangkumi definasi,etiologi,patofisiologi,manifestasi klinikal,rawatan,pengurusan,komplikasi dan pendidikan kesihatan.harap cik dapat menolong saya.email sy amyrazoul@yahoo.com.terima kasih..

Unknown said...

Terima kasih, tulisan ini sangat berguna untuk orang yang awan masalah hipertensi,

salama

alex said...

salam perawat :D
mampirlah di gubukku http://ridha-zulfajri.blogspot.com

The smartest said...

This blog is very useful for all people so they can to care healthy them.........
Good luck for u!!!!

alin-maliando said...

@ all thanks u kunjungan ke blog saya, mohon maaf sebelumnhya karena kesibukan jadi jarang melihat blog ini

Anonymous said...

sangat membantu, ijin dipaste ya
thanks...

Irsa